Pages

Sunday 15 January 2012

Melamar Kerja Berbekal Indeks Prestasi


   
      
     MENJADI  mahasiswa di Indonesia adalah sebuah kemewahan dan keberuntungan. Mewah, karena hanya 2% dari kurang lebih 220 juta rakyat  Indonesia yang cukup beruntung bisa menjadi mahasiswa. Lalu setelah menjadi mahasiswa, apa yang selanjutnya diinginkan? Kebanyakan mahasiswa ingin cepat lulus dengan IPK tinggi. Bahkan sebagian besar mahasiswa yang memiliki IPK tinggi adalah motivasi utama untuk kuliah. Seberapa pentingkah IP bagi masa depan mahasiswa saat ini?

Ada orang yang menganggap IPK atau indeks prestasi kumulatif tinggi sangat penting di dalam mencari pekerjaan. Hampir lowongan kerja seka-rang ini mensyaratkan bagi pelamar kerja harus memiliki IPK minimal 3,00. Coba lihatlah di lowongan kerja di media massa atau internet. Walaupun seorang itu punya kemampuan bagus kalau IPK tidak sampai 3 jelas surat lamaran kerjanya langsung dibuang di kotak sampah. Ibarat masuk rumah, sarjana yang memiliki IPK 3 sudah bisa masuk dulu. Memang saat ini persaingan dunia kerja sangatlah ketat, banyak perusahaan mencari pekerja yang benar-benar memenuhi kualifikasinya.

Namun ada pula yang beranggapan, IPK tinggi tidaklah begitu penting di dalam mencari pekerjaaan. Apa yang membuat seseorang itu sukses dalam dunia kerja nyata? Menurut survei yang diterbitkan oleh National Association of Colleges and Emlpoyers (NACE) tahun 2002 di Amerika Serikat, berdasar hasil jajak pendapat 457 pengusaha, diperoleh simpulan. Indeks Prestasi (IP) hanya urutan ke-17 dari 20 kualitas yang dianggap penting dari seorang lulusan sebuah universitas. Lalu, kualitas apa yang paling penting? Ternyata kualitas yang bertengger di urutan teratas justru hal-hal yang seringkali dianggap sekadar ''basa-basi'' ketika tertera dalam iklan lowongan kerja. Misalnya kemampuan berkomunikasi, integritas, dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain.

Ada kualitas-kualitas yang tidak terlihat wujudnya (intangible), namun sangat diperlukan.Ini disebut juga kemampuan berinteraksi sosial (soft skills). Entah Anda bekerja pada orang lain (pegawai) maupun membuka usaha sendiri (wirausahawan), soft skills akan sangat berguna. Apapun pekerjaan yang Anda geluti kelak, Anda harus belajar beradaptasi dengan pekerjaan itu.

Mempercepat Kelulusan

Simaklah komentar dari Dra Hastaning Sakti, Psi MKes, psikolog. Menurut Hasta memang dalam satu paket SKS IP penting untuk bisa mengambil sks selanjutnya. Jika IP tinggi maka akan semakin mempercepat kelulusannya.
”Namun saat ini yang paling penting adalah bagaimana proses untuk mendapat IP tersebut; apa kita sudah menerapkan sistem yang standar, ” ujarnya.

Memang selama ini bagi mahasiswa untuk mendapatkan IP bisa dibilang gampang-gampang susah. Misalnya saat mata kuliah yang disukai ma-hasiswa dan sudah berusaha maksimal malah cuma C. Lalu, saat mata kuliah yang sama sekali tidak dikuasai malah dapet A! Belum lagi ditambah dengan faktor dosen yang kadang-kadang masih menerapkan like dan dislike bagi mahasiswa. Masih menurut Hasta yang juga Dosen Psikologi Undip ini, standar IP yang baik harus ada faktor knowledge, profesional skill, etika, sikap dan moral. ''Apakah selama ini sistem pendidikan kita menerapkan IP dengan standar tadi? Belum lagi diperumit dengan perbedaan standar IP untuk Perguruan tinggi dan negeri swasta,'' terangnya.

Hasta menilai, perusahaan jangan hanya melihat IP saja dalam merekrut tenaga kerja. IP bukanlah segalanya karena proses yang didapat untuk memeroleh IP sangatlah kurang baik. Yang terpenting justru soft skill dan profesional skill yang ditunjang dengan etika, sikap dan moral.

''Bagi mahasiswa yang ingin benar-benar mendapatkan IP bagus dan de-ngan standar yang baik, biasakan jadi objek belajar. Tidak sebagai subyek be-lajar. Jangan pernah mengatakan dosen yang paling pintar di mata mahasiswa. Antara dosen dan mahasiswa akan lebih baik jika saling berkompetisi juga,'' harapnya.

Agus Mustofa, mahasiswa Teknik Elektro Unnes 2004 menilai, IP tinggi bukan jaminan dapat kerja.  ''Namun bagiku sebisa mungkin lulus dengan IP yang baik karena hal tersebut juga merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban terhadap orang tua,'' terang mahasiswa asal Boyolali ini.

Lain halnya dengan Cornelius Alva. Menurut mahasiswa Unika ini menganggap penting.

''Mahasiswa yang hanya mengejar IP tinggi saja nantinya akan memiliki kemampuan sosialisasi yang kurang terhadap sesama. Memang biasanya mahasiswa yang memiliki IP tinggi merupakan orang pandai. Namun saat ini orang yang pandai belum tentu punya kemampuan dan daya juang dalam bekerja. Seorang mahasiswa yang sangat pandai dengan IP nyaris 4 bisa saja tidak ramah dan sukar bekerja sama dengan orang lain,'' katanya. (Dela Sulistiyawan Yunior-80) 

No comments:

Post a Comment